PANDANGAN DASAR MATEMATIKA
2.2. Evolusi Matematika
2.3. Ethnomatematika
2.4.
Karakteristik Filosofis Matematika
2.5. Deskripsi
Matematika
Dalam
pembelajaran matematika, semua pandangan tersebut di atas hams dipergunakan
secara proposional. Tidak boleh hanya menekankan pada keberadaan simbol belaka
tanpa memperhatikan struktur yang terkait, juga tidak boleh mementingkan
penalaran saja tanpa penguasaan rumus atau aturan/prosedur matematika yang
memadai, tidak pula mementingkan sifat deduktif dengan mengabaikan contoh atau
pendekatan induktif dalam pembelajaran.
Cara mempelajari
fakta bisa dengan cara hafalan, drill (latihan terusmenerus), demontrasi
tertulis, dan lain-lain. Namun perlu dicamkan bahwa mengingat fakta adalah penting tetapi jauh lebih penting memahami konsep yang diwakilinya. Mengutip istilah Skemp, arti
atau konsep yang diwakili oleh simbol disebut deep structure (struktur dalam), sementara bentuk simbol itu
sendiri merupakan surface strukture (struktur
muka).
b. Konsep
Berkaitan dengan
intensi dan ekstensi suatu definisi, maka definisi suatu konsep matematika dapat berbagai macam bentuknya.
Karena itu, definisi yang mungkin dikemukakan siswa dapat saja berbeda
dengan definisi formal yang biasa digunakan dalam matematika. Dalam hal ini
guru harus jeli melihat kemungkinan kesamaan dan definisi-definisi tersebut.
Guru tidak boleh menyalahkan definisi yang
diberikan siswa bila memang ternyata memiliki pengertian yang sama. Bila pun
salah, guru hams memfasilitasi pikiran siswa menuju pada definisi yang
tepat.
2. Bertumpu pada
kesepakatan
4. Konsisten
dalam Sistemnya
6. Memperhatikan
Semesta Pembicaraan
Disusun
O
L
E
H
Marzuki Ahmad
|
Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang
Perkembangan
dunia pendidikan matematika dewasa ini tidak terlepas dari kaftan
antara matematika sebagai "ilmu" dan didaktik atau psikologi
pendidikan. Seperti yang kita ketahui, filsafat konstruktivisme telah diterima
luas dalam dunia pendidikan, tak terkecuali pendidikan matematika. Pembelajaran
kontekstual yang sekarang sedang digalakkan dan secara tersurat termaktub dalam
Kurikulum 2004, tidak lain merupakan salah
satu ekses dari diterimanya filsafat konstruktivisme dalam filsafat
ilmu.
Di pihak lain,
matematika sebagai ilmu sesungguhnya memiliki interpretasi yang demikian
beragam. Oleh karena matematika yang diajarkan di sekolah juga merupakan bagian
dan matematika, maka berbagai karakteristik dan interpretasi matematika dari
berbagai sudut pandang juga memainkan peranan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Dengan memahami karakter matematika,
guru diharapkan dapat mengambil sikap
yang tepat dalam pembelajaran matematika. Lebih jauh lagi, is seharusnya
memahami batasan sifat dan matematika yang dibelajarkan kepada anak didik.
Jangan sampai guru memandang matematika hanya sebagai kumpulan rumus belaka,
tidak pula hanya sebagai proses berpikir saja. Pemahaman yang komprehensif
tentang matematika akan memungkinkan guru menyelenggarakan pembelajaran dengan
lebih baik.
Banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa persepsi atau sikap guru terhadap matematika
mempengaruhi persepsi atau sikapnya terhadap pembelajaran matematika. Untuk menyebut salah satunya, Hersh
(dalam Sumaji,dkk, 1998: 246) menyatakan bahwa hasil pengamatan di
kelas, menurut para peneliti, bagaimana matematika
diajarkan di kelas dipengaruhi dengan kuat oleh pemahaman guru tentang
sifat matematika.
Pemahaman yang
tidak utuh terhadap matematika sering memunculkan sikap yang
kurang tepat dalam pembelajaran, lebih parah lagi dapat memunculkan sikap
negatif terhadap matematika. Dengan pemahaman yang utuh, diharapkan
pembelajaran dapat menjadi lebih bermakna.
|
1.2. Rumusan
Masalah
Adapun yang
menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah Bagaimana etimologi dan cara
memandang pandangan dasar matematika
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun yang
menjadi tujuan penulisan dalam makalah ini adalah bagaimana etimologi dan cara
memandang pandangan dasar matematika
Kajian teori
2.1. Sejarah Matematika
Obyek-obyek
matematika bersifat sosial-kultural-historis, artinya bahwa matematika dan pembelajarannya merupakan milik
bersama seluruh umat. Betapapun primitifnya suatu masyarakat, matematika
adalah bagian dan kebudayaannya (meski dalam
bentuk yang sederhana). Karena itu matematika bersifat universal.
Matematika itu sendiri lahir dari perjalanan panjang yang menyejarah dalam
kehidupan manusia.
Matematika seperti juga aspek kehidupan manusia lainnya, memiliki sisi
yang tidak terpisahkan yaitu
sejarah. Sejarah matematika terbentang dan sekitar 4000 SM hingga kini serta memuat sumbangan dari ribuan
tokoh matematika. Sejarah matematika menampilkan bagian matematika yang
berkaitan dengan perkembangan matematika hingga menemukan bentuknya dewasa
ini, yang terekam dalam kebudayaan besar: Mesopotamia, Mesir Kuno, Yunani Kuno,
India Kuno, China Kuno, Arab Kuno, Persia,
dan Eropa Kuno, serta zaman modern yang sebagian besar terpusat di
Eropa.
Sejarah matematika termasuk bagian dan matematika. Sejarah matematika
tidak saja ada karena keberadaanya merupakan suatu keniscayaan, tetapi is juga
penting karena dapat memberi
pengaruh kepada perkembangan matematika dan pembelajaran
matematika.
Melihat bahwa
matematika itu "diciptakan" oleh manusia terdahulu, maka ini memberi ilham bagi paradigma pembelajaran yang
bersifat konstruktivisme. Ini yang menurut
penulis implikasi atau peran penting sejarah matematika dalam pembelajaran.
Siswa diperbolehkan menggunakan usahanya sendiri dalam menyelesaikan suatu
masalah matematika (atau yang bernuansa matematika) bahkan dengan menggunakan
bahasa dan lambangnya sendiri. Paradigma semacam ini kini menjadi trend dalam pembelajaran matematika realistik atau
konstruktivis. Perkembangan matematika dalam
diri individu (ontogeny) mungkin saja mengikuti cara yang sama dengan perkembangan matematika itu sendiri (phylogeny).
Matematika tidaklah muncul secara tiba-tiba. Matematika bukanlah barang
yang aneh dan kaku - sehingga banyak yang merasa
takut dengan matematika – ia bukan warisan
para dewa. Matematika itu produk yang biasa saja, ia lahir karena ada sebabsebab
yang melahirkannya seperti halnya produk manusia lainnya, semisal lampu,
sepeda, sistem pemerintahan, jenis musik, dan lain-lain. "Mathematics
has not grown in a vacuum" (matematika
tidak lahir dalam kevakuman) demikian Raymond L. Wilder (1981: 161).
Ada yang membedakan antara sejarah matematika di satu sisi dengan
evolusi matematika di sisi lain. Kalau
sejarah matematika umumnya berkenaan dengan record (catatan) perkembangan matematika secara
kronologis, maka evolusi
matematika lebih menekankan pada
proses perkembangan
matematika itu atau secara lebih khusus
membicarakan tentang sebab-sebab perkembangan konsep yang satu (primitij) menuju ke konsep yang lain (modern). Moore menyatakan "Mathematical sciences,
like all other living things, has its own natural laws of growth" (pengetahuan matematika seperti juga
perikehidupan manusia lainnya, memiliki hukum-hukum
pertumbuhan alaminya sendiri) (Wilder: 1981). Beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan matematika seperti diungkap oleh Wilder antara lain: hereditary stress (faktor dari
"dalam" diri matematika), environment
stress (faktor lingkungan), diffusion (faktor bergabungnya beberapa ide matematika), consolidation
(faktor meleburnya beberapa ide/konsep
matematika menjadi ide/konsep baru), selection (faktor seleksi ide matematika yang tepat atau yang penting), simbolic achievement
(faktor perkembangan
simbolisasi), exceptional
individual (faktor beberapa orang yang secara
tak biasa dapat melihat beberapa hal jauh ke depan melebihi pemikiran pada jamannya), leaps in abstraction (faktor lompatan tingkat abstraksi suatu ide/konsep matematika), great
generalization (faktor generalisasi konsep
matematika), dan lain-lain.
Guru yang memahami sebab-sebab perkembangan
suatu konsep matematika, akan lebih mudah
menangani pembelajaran konsep tersebut. Guru akan dapat menghindari
miskonsepsi-miskonsepsi dalam pembelajaran matematika.
Ethnomatematika mula-mula dipelopori oleh Ubiratan D'Ambrosio tahun
1985. Di satu tingkat, ethnomatematika dapat disebut sebagai "matematika
dalam lingkungan" (math in the environment) atau "matematika dalam
komunitas (math in the
community). Pada tingkat lain, ethnomatematika
merupakan cara khusus yang dipakai oleh suatu kelompok budaya tertentu dalam
aktivitas mengelompokkan, mengurutkan, berhitung dan
mengukur (aktivitas-aktivitas matematis). Tidak seperti ethnobiologi,
ethnokimia, atau pun ethnoastronomi; ethnomatematika baru saja lahir atau agak terlambat
perkembangannya. Hal ini terutama dikarenakan asumsi formal bahwa matematika itu bebas kultur. Akan tetapi,
sekarang ethnomatematika sudah diterima
luas, International Conggress on Ethnomathematics telah dua kali diadakan
(Granada, Spanyol tahun 1998 dan Ouro Preto, MG, Brazil tahun 2002), serta
ratusan buku, artikel, maupun website telah
dipublikasikan.
Bagaimana ethnomatematika mempengaruhi pembelajaran matematika?
Seperti yang kita ketahui, "isi" dan "semangat" matematika
ada di mana-mana termasuk dalam suatu kelompok budaya tertentu seperti
arsitektur, agrikultur, permainan masyarakat,
tatabahasa, olahraga, bahkan peribadatan agama. Tentu saja yang dipelajari adalah sifat-sifat atau bentuk-bentuk
matematika di dalamnya. Pembelajaran
matematika dapat mengambil manfaat dari budaya tersebut, terutama sebagai
sumber belajar matematika, selain untuk meningkatkan motivasi dan kepercayaan
diri siswa dalam belajar matematika.
Banyak judul ethnomatematika yang pernah dipublikasikan, baik dalam
bentuk buku maupun artikel, beberapa di
antaranya: bentuk bola permainan "Sepak Takraw" (olah raga rakyat di Sumatera), bilangan dan
penggunaannya di Kedang (Indonesia), permainan Mancala (Afrika), ornamen
geometris masjid (Arab), berhitung dengan Quipu (Amerika Latin), aritmetika
dalam Luo-Shu (Cina).
D'Ambrosio
(2002: 3) menyatakan terdapat dua alasan utama penggunaan ethnomathematics dalam pendidikan: (1) untuk mereduksi anggapan
bahwa matematika itu bersifat final, permanen, absolut (pasti), dan unik
(tertentu), (2) mengilustrasikan perkembangan
intelektual dan berbagai macam kebudayaan, profesi, jender, dan
lain-lain.
Berangkat dari pertanyaan sederhana, "apakah sebenarnya matematika
itu?", para
ahli telah bergumul dengan ide dan pemikiran filsafat sejak abad ke-19 hingga sekarang ini. Kini kita
mengenal beberapa pemikiran atau sering disebut aliran dalam matematika, yang
secara umum terdapat tiga aliran besar yang mempengaruhi jalan perkembangan matematika termasuk perkembangan
pendidikan matematika.
1. Formalisme
Ahli matematika Jerman, David Hilbert (1862-1943) menjadi pelopor aliran matematika ini. Bagi kaum
formalis, matematika itu sesungguhnya dikembangkanmelalui suatu sistem aksioma*. Sifat
alami dari matematika itu adalah sistem lambang-lambang
formal. Mereka percaya bahwa objek-objek matematika itu tidak ada hingga
diciptakan oleh manusia melalui sistem aksioma. Mereka mencoba membuktikan bahwa seluruh bangunan matematika yang
disusun dari sistem aksioma itu
adalah konsisten. Pemikiran ini mempengaruhi buku-buku pelajaran dan kurikulum matematika selama pertengahan abad ke-20.
Kurikulum 1975 adalah contoh par
exellent dari pemikiran ini.
Walaupun semua sistem matematika masih menggunakan sistem aksioma,
tetapi menganggap bahwa formalisme menjadi landasan
matematika tidak diterima oleh beberapa ahli. Keberatan bermula ketika Godel
membuktikan bahwa kita tidak mungkin dapat
membuat suatu sistem lengkap yang konsisten dalam dirinya sendiri. Pernyataan ini terkenal dengan sebutan Teorema
Ketidaklengkapan Godel (Godel's
Incompleteness Theorem).
2. Logikalisme
atau Logisisme
Dua ahli matematika sekaligus ahli filsafat dari Inggris menjadi pioner
aliran atau landasan matematika
ini, yaitu Bertrand Russell (1872-1970) dan Alfred North Whitehead (1861-1947)
lewat buku mereka Principia Mathematica (1903). Menurut mereka semua matematika dapat diturunkan
dari prinsip-prinsip logika. Kebanyakan ide-ide logika juga diterima oleh kaum
formalis, tetapi meraka tidak percaya bahwa matematika dapat diturunkan dari
logika saja. Sementara menurut kaum logisisme, matematika itu tidak lain adalah
logika. Menurut istilah mereka, matematika itu masa dewasa dan logika. Keberatan utama
terhadap aliran ini adalah adanya paradoks-paradoks* logika (seperti
paradoks teori himpunan pada aliran formalisme) yang tidak dapat diselesaikan
oleh kaum pendukung logisisme.
3. Intuisionisme
Pioner
aliran ini adalah Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881-1966) seorang matematikawan Belanda.
Aliran ini sejalan dengan filsafat umum dari ImmanuelKant (1724-1804).
Intuisionis mengklaim bahwa matematika berasal dan berkembang di dalam pikiran
manusia. Ketepatan dalil-dalil matematika tidak terletak pada simbol-simbol di atas kertas,
tetapi terletak dalam akal pikiran manusia. Hukum-hukum
matematika tidak ditemukan melalui pengamatan terhadap alam, tetapi mereka
ditemukan dalam pikiran manusia.
Keberatan terhadap aliran ini adalah bahwa pandangan kaum intuisionis
tidak memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana
matematika bekerja dalam pikiran. Kita tidak
mengetahui secara tepat pengetahuan intuitif bekerja dalam pikiran.
Konsep-konsep mental seperti cinta dan benci berbeda-beda antara manusia yang satu dengan yang lain. Apakah realistik bila
mengganggap bahwa manusia dapat
berbagi pandangan intuitif tentang matematika secara persis sama. Lalu, mengapa
kita mengajarkan matematika bila semua matematika adalah intuitif?
Lalu di mana implikasi teori-teori landasan matematika itu bagi
pembelajaran matematika? Implikasi
langsung memang kelihatannya tidak ada, tetapi ia akan mempengaruhi pola pikir seseorang (guru) dalam memandang matematika
sehingga mempengaruhi cara guru membelajarkan matematika.
Guru yang
menganggap matematika hanya merupakan kumpulan angka-angka dan rumus-rumus
belaka maka sadar atau tidak ia telah menjadi pendukung kaum formalisme (yang ekstrem). Guru tipe ini
seringkali hanya mengajarkan
matematika bukannya membelajarkan matematika.
Matematika sering dideskripsikan dengan cara
yang berbeda-beda tergantung dari sudut pandang mana yang dipakai. Berikut ini beberapa deskripsi
matematika yang sering dipergunakan.
1.
Matematika
sebagai struktur yang terorganisir.
Agak berbeda
dengan ilmu dan pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai
sebuah struktur, is terdiri dari beberapa komponen yang antara lain
meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif,
dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil)
dan corollary/sifat).
2.
Matematika
sebagai alat (tool)
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi
berbagai masalah
kehidupan sehari-hari. "Mathematics
is the queen of science..." demikian
Karl Frederich Gauss mengungkapkan beberapa abad yang lalu.
3.
Matematika
sebagai pola pikir deduktif
Seperti
telah disinggung pada bagian di muka, matematika merupakan pengetahuan yang
berpola pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika diterima kebenarannya bila telah
dibuktikan secara deduktif (umum).
4.
Matematika
sebagai cara bernalar (the way of thinking)
Matematika
dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal,
seperti matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau
aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
5.
Matematika
sebagai bahasa artifisial
Simbol
merupakan ciri paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika adalah
bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan
pada suatu konteks.
6.
Matematika
sebagai seni yang kreatif
Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan
pola-pola yang
kreatif dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni berpikir yang
kreatif.
Deskripsi matematika dalam Buku panduan Lawrence University seperti
dikutip oleh Susilo, F (dalam Sumaji, dkk, 1998 : 228) menyuguhkan harmoni yang
sungguh indah dan menurut penulis
telah meliputi selumh karakteristik matematika. Redaksi dari pernyataan tersebut sebagai berikut:
Lahir dari dorongan
primitif manusia untuk menyelidiki keteraturan dalam alam semesta, matematika merupakan suatu bahasa yang
terus-menerus berkembang untuk mempelajari
struktur dan pola. Berakar dalam dan diperbaharui oleh realitas dunia,
serta didorong oleh keingintahuan intelektual manusiawi, matematika menjulang tinggi menggapai alam
abstraksi dan generalitas, tempat terungkapnya
hubungan-hubungan dan pola-pola yang tak terduga, menakjubkan, sekaligus
amat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Matematika adalah rumah alami baik bagi pemikiran-pemikiran yang abstrak maupun
bagi hukum-hukum alam semesta yang konkret. Matematika sekaligus
merupakan logika yang mumi dan seni yang kreatif.
2.6. Karakteristik Umum Matematika
1. Memiliki objek kajian
yang abstrak
Matematika mempunyai objek kajian yang bersifat
abstrak, walaupun tidak setiap objek
abstrak adalah matematika. Sementara beberapa matematikawan menganggap objek matematika itu
"konkret" dalam pikiran mereka, maka kita dapat menyebut objek matematika secara lebih tepat
sebagai objek mental atau pikiran. Ada empat objek kajian matematika,
yaitu fakta, operasi (atau relasi), konsep, dan prinsip.
a. Fakta
Fakta adalah
pemufakatan atau konvensi dalam matematika yang biasanya diungkapkan lewat
simbol tertentu.
Rubenstein
& Thompson (2000: 268) mengingatkan:
In general, teachers must be aware of the dculties
that symbolism creates for students. Symbolism is a form of mathematical
language that is compact, abstract, specific,
and formal. ... Therefore, opportunities to use that language should be reguler, rich, meaningful, and rewarding.
Secara umum, guru harus menyadari
kesulitan-kesulitan tentang simbol bagi
siswa. Simbolisme merupakan bentuk bahasa matematika yang rapi, abstrak,
khusus, dan formal … Dengan demikian, kesempatan menggunakan bahasa tersebut
seharusnya secara bertahap, kaya, penuh arti, dan bermanfaat. Dengan demikian dalam memperkenalkan simbol atau
fakta matematika kepada siswa, guru seharusnya melalui beberapa tahap yang
memungkinkan siswa dapat menyerap makna dari simbol-simbol tersebut.
Penggunaan
simbol seharusnya secara informal pada tahap awal, untuk membantu anak tetap
pada pola dan hubungan yang dapat mereka pahami. Dalam hal ini pendekatan enaktif:ikonik-simbolik
dan J. Bruner dapat diterapkan. Mereka bahkan
dapat menggunakan simbol-simbol pilihan mereka sendiri. Hal ini dipikirkan sebagai suatu cara untuk menjaga
partisipasinya dalam proses penemuan dan formalisasi pengalaman
matematika. Hal tersebut juga untuk menjaga
pengalaman belajar dari sekedar hanya latihan mengingat. (Resnick &
Ford, 1981: 122).
Penggunaan fakta yang berupa simbol bila terlalu cepat diberikan
kepada siswa, dapat menyebabkan salah pengertian atau miskonsepsi terhadap
simbol tersebut. Selain itu, penekanan pada aspek teknis berupa perhitungan
belaka, juga dapat menimbulkan miskonsepsi tersebut.
Konsep adalah idea abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan objek, apakah objek
tertentu merupakan contoh konsep atau bukan. Konsep dapat dipelajari lewat definisi atau observasi langsung. Siswa
telah dianggap memahami konsep bila is dapat memisahkan contoh konsep dari yang
bukan contoh konsep.
1). Definisi
Konsep
berhubungan dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi konsep.
Dengan adanya definisi, orang dapat membuat ilustrasi, gambar, skema, atau
simbol dari konsep yang didefinisikan.
Ada tiga
macam definisi yang dikenal:
a). Definisi analitik
Suatu definisi
disebut bersifat analitik apabila definisi tersebut dibentuk dengan genus proksimum dan deferensia spesifika (genus: keluarga terdekat, deferensia spesifika: pembeda khusus).
b). Definisi genetik
Suatu definisi dikatakan bersifat genetik apabila pada definisi tersebut terdapat ungkapan tentang cara terjadinya konsep
yang didefinisikan.
c). Definisi dengan rumus
Definisi dengan rumus adalah definisi yang dinyatakan dengan menggunakan kalimat matematika.
2 . Intensi
dan Ekstensi suatu Definisi
Sekarang kita tinjau segi lain dari definisi.
Dalam suatu definisi terdapat 2 hal
yang disebut intensi atau hal
yang menjadi fokus dalam pernyataan dan ekstensi atau hal yang menjadi
jangkauan dari pernyataan. Dapat terjadi dua definisi
dengan intensi berbeda tetapi ekstensi yang sama. Untuk lebih jelasnya perhatikan
sebuah contoh di bawah ini.
|
c. Operasi
dan relasi
Operasi adalah
pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan matematika lainnya.
Sementara relasi adalah hubungan antara dua atau lebih eleman. "irisan", dan lain-lain. Sedang relasi
antara lain: "sama dengan", lebih kecil", dan lain-lain.
Pada
dasarnya operasi dalam matematika adalah suatu fungsi yaitu relasi khusus,
karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau
lebih elemen yang diketahui. Semesta dan elemen-elemen yang dioperasikan dengan elemen yang diperoleh dari
operasi tersebut bisa sama bisa pula
berbeda. Elemen yang dihasilkan dari suatu operasi disebut hasil operasi.
Dalam matematika dikenal bermacam-macam operasi,
yaitu operasi "unair" bila
melibatkan hanya satu elemen yang diketahui, operasi "biner" bila
melibatkan tepat dua elemen yang diketahui, operasi "terner" bila
melibatkan tepat tiga elemen yang diketahui.
Operasi seringkali juga disebut sebagai "skill" (keterampilan), bila
yang ditekankan adalah keterampilannya. Keterampilan ini dapat
dipelajari lewat demonstrasi, drill, dan lain-lain. Siswa dianggap telah
menguasai suatu keterampilan atau operasi bila is dapat mendemonstrasikan
keterampilan atau operasi tersebut dengan benar.
d. Prinsip
Prinsip adalah objek matematika yang komplek, yang terdiri atas
beberapa fakta, beberapa konsep yang
dikaitkan oleh suatu relasi atau pun operasi. Secara sederhana dapatlah
dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa "aksioma",
"teorema" atau "dalil", "corollary" atau
"sifat", dan sebagainya.
Simbol-simbol dan istilah-istilah dalam
matematika merupakan kesepakatan atau konvensi
yang penting. Dengan simbol dan istilah yang telah disepakati dalam matematika
maka pembahasan selanjutnya akan menjadi mudah dilakukan dan dikomunikasikan.
Dalam matematika, kesepakatan atau konvensi
merupakan tumpuan yang amat penting.
Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma (postulat, pernyataan pangkal yang tidak perlu pembuktian) dan konsep
primitif (pengertian pangkal yang tidak perlu didefinisikan, undefined
term). Aksioma yang diperlukan untuk menghindari
berputar-putar dalam pembuktian (circulus in probando). Sedangkan konsep
primitif diperlukan untuk menghindari berputar-putar dalam pendefinisian (circulus
in definiendo).
Aksioma dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis; (1) aksioma yang
bersifat "self evident truth", yaitu bila kebenarannya
langsung terlihat dan pernyataannya, dan (2) aksioma yang bersifat "non-self evident truth", yaitu pernyataan yang mengaitkan fakta dan konsep lewat suatu relasi tertentu.
Bentuk terakhir ini lebih terlihat sebagai sebuah kesepakatan saja.
Beberapa
aksioma dapat membentuk suatu sistem aksioma, yang selanjutnya dapat menurunkan
beberapa teorema. Dari satu atau lebih konsep primitif dapat dibentuk konsep
baru melalui pendefinisian.
3. Berpola pikir deduktif
Dalam matematika hanya diterima pola pikir yang
bersifat deduktif. Pola pikir deduktif
secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat
umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus. Pola pikir
deduktif ini dapat terwujud dalam bentuk yang amat sederhana tetapi juga dapat
terwujud dalam bentuk yang tidak sederhana.
Dalam matematika terdapat berbagai macam sistem yang dibentuk dari
beberapa aksioma dan memuat beberapa teorema. Ada sistem-sistem yang berkaitan,
ada pula sistem-sistem yang dapat dipandang lepas satu dengan lainnya.
Sistem-sistem aljabar dengan sistem-sistem geometri dapat dipandang lepas satu
dengan lainnya. Di dalam sistem aljabar terdapat pula beberapa sistem lain yang lebih
"kecil" yang berkaitan satu
dengan lainnya. Demikian pula di dalam sistem geometri.
Di dalam
masing-masing sistem berlaku ketaatazasan atau
konsistensi. Artinya bahwa dalam setiap
sistem tidak boleh terdapat kontradiksi. Suatu teorema atau pun definisi hams menggunakan istilah atau konsep yang
telah ditetapkan terlebih dahulu.
Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Antara sistem atau struktur yang satu dengan
sistem atau struktur yang lain tidak mustahil terdapat pernyataan yang
saling kontradiksi.
5. Memiliki
simbol yang kosong dari arti
Karakteristik ini dapat dipandang termasuk ke
dalam karakteristik butir A. Tetapi di
sini akan dibahas tersendiri agar dapat dipahami lebih utuh.
Di dalam matematika banyak sekali terdapat simbol baik yang berupa
huruf Latin, huruf Yunani, maupun
simbol-simbol khusus lainnya. Simbol-simbol tersebut membentuk kalimat
dalam matematika yang biasanya disebut model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan,
pertidaksamaan, maupun fungsi. Selain itu
ada pula model matematika yang berupa gambar (pictorial) seperti bangunbangun geometrik, grafik, maupun diagram.
Jadi secara
umum, model/simbol matematika sesungguhnya kosong dari arti. Ia akan bermakna
sesuatu bila kita mengkaitkannya dengan konteks tertentu. Secara umum, hal ini
pula yang membedakan simbol matematika dengan simbol bukan matematika. Kosongnya arti dan model-model
matematika itu merupakan "kekuatan"
matematika, yang dengan sifat tersebut is bisa masuk pada berbagai macam bidang kehidupan, dari masalah teknis,
ekonomi, hingga ke bidang psikologi.
Walaupun demikian, kebanyakan siswa masih cukup kuat terikat dengan
makna yang pertama kali atau yang biasa
diajarkan oleh gurunya. Hal ini seperti yang pernah dikeluhkan oleh
matematikawan Whitehead, "Yang paling sukar untuk menjelaskan kepada seseorang yang baru belajar matematika ialah bahwa x
itu sama sekali tidak berarti".
(Jujun, 2002: 190). Maka dari itu, guru harus senantiasa waspada pada
pengertian yang dipakai oleh siswa dalam mempelajari suatu topik bahasan
matematika.
Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol-simbol matematika, maka
bila kita menggunakannya kita seharusnya
memperhatikan pula lingkup pembicaraannya. Lingkup atau sering disebut semesta pembicaraan bisa sempit bisa pula
luas. Bila kita berbicara tentang
bilangan-bilangan, maka simbol-simbol tersebut menunjukkan bilangan-bilangan pula. Begitu pula bila kita
berbicara tentang transformasi geometris
(seperti translasi, rotasi, dan lain-lain) maka simbol-simbol matematikanya menunjukkan
suatu transformasi pula. Benar salahnya atau
ada tidaknya penyelesaian suatu soal atau masalah, juga ditentukan oleh semesta pembicaraan yang
digunakan.
2.7.
Karakteristik Matematika Sekolah
Sehubungan
dengan karakteristik umum matematika di atas, dalam pelaksanaan pembelajaran
matematika di sekolah harus memperhatikan ruang lingkup matematika sekolah. Ada
sedikit perbedaan antara matematika sebagai "ilmu" dengan matematika sekolah, perbedaan itu dalam hal: (1) penyajian,
(2) pola pikir, (3) keterbatasan semesta, dan (4) tingkat keabstrakan.
1. Penyajian
Penyajian matematika tidak hams diawali dengan
teorema maupun definisi, tetapi hamslah
disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa.
2.
Pola pikir
Pembelajaran
matematika sekolah dapat menggunakan pola pikir deduktif maupun pola pikir
induktif. Hal ini harus disesuaikan dengan topik bahasan dan tingkat
intelektual siswa. Sebagai kriteria umum, biasanya di SD menggunakan pendekatan induktif lebih dulu karena hal ini
lebih memungkinkan siswa menangkap pengertian
yang dimaksud. Sementara untuk SMP dan SMA, pola pikir deduktif sudah
semakin ditekankan.
3. Semesta
Pembicaraan
Sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual siswa,maka matematika
yang disajikan dalam jenjang
pendidikan juga menyesuaikan dalam kekomplekan semestanya. Semakin meningkat tahap perkembangan
intelektual siswa, maka semesta
matematikanya semakin diperluas.
4. Tingkat keabstrakan.
Seperti pada
poin sebelumnya, tingkat keabstrakan matematika juga harus menyesuaikan dengan tingkat perkembangan
intelektual siswa. Di SD dimungkinkan untuk "mengkonkretkan"
objek-objek matematika agar siswa lebih memahami pelajaran. Namun, semakin tinggi jenjang sekolah, tingkat keabstrakan
objek semakin diperjelas.
Penutup
A.Kesimpulan
Karakteristik
kultural matematika dapat dilihat pada tiga hal: (1) sejarah matematika, (2)
evolusi matematika, dan (3) ethnomatematika. Implikasi penggunaan karakteristik
kultural dalam pembelajaran matematika terdapat pada tiga aspek: (1) pemahaman (understanding), (2) antusiasme (enthusiasm), dan (3) keterampilan (skills).
Karakteristik
filosofis matematika dapat dilihat pada tiga aliran utama, yaitu formalisme, logisisme atau logikalisme, dan
intuisionisme. Pengaruh landasan matematika dalam pembelajaran harus
sesuai dengan tujuan pendidikan matematika.
Deskripsi matematika
bermacam-macam bentuknya, antara lain bahwa matematika dapat dipandang sebagai
struktur yang terorganisir, alat, pola pikir deduktif, cara bernalar, bahasa
artifisial, dan seni yang kreatif. Kedudukan matematika
tersebut harus didudukkan dalam pembelajaran matematika secara proposional.
Karakteristik umum matematika meliputi beberapa hal: (1) Memiliki objek kajian yang abstrak, berupa
fakta, operasi (atau relasi), konsep, dan prinsip, (2) Bertumpu pada kesepakatan
atau konvensi, baik berupa simbol-simbol dan istilah maupun aturan-aturan dasar (aksioma), (3) Berpola pikir
deduktif, (4) Konsisten dalam sistemnya, (5)
Memiliki simbol yang kosong dari arti, dan (6) Memperhatikan semesta
pembicaraan.
Karakteristik matematika sekolah dapat dilihat pada aspek: (1)
penyajian, (2) pola pikir, (3)
semesta pembicaraan, dan (4) tingkat keabstrakan.
Dali S. Naga. 1980. Berhitung, Sejarah
dan Perkembangannya. Jakarta: Gramedia
Jujun S. Suriasumantri. 2002. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
O'Connor, J. J. & Robertson, E. F. 1999. kumpulan
esai dalam http://wwwhistory.mcs.st-andrew.ac.uk/history/HistTopic/ & dalam http://wwwhistory.mcs.st-andrews.ac.uk/history/Mathematics/
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika, Konstatasi keadaan masa kini menuju harapan
masa depan. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Soeharjo. 2000. Aksiomatik. Surakarta: Program Pascasarjana, Universitas
Sebelas Maret.
The Liang Gie. 1984. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Supersukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar